Selasa, 02 Desember 2014

KEMBANG API YANG INDAH

Nama : Nuril Febriansah
NPM : 16213680
Kelas : 2EA03

Dahulu kala di Negeri Cina, hidupalah seorang anak lelaki cerdas bernama Ming. “Kapan aku bisa bersekolah seperti Kakak?” tanyanya selalu pada ibunya.

Ming selalu merasa iri setiap kali melihat kakaknya berangkat ke sekolah.
“Nanti.” Ibunya tersenyum lembut. “Kalau usiamu sudah cukup.”

Ming tidak sabar menunggu. Suatu hari ia pergi ke Sekolah Guru Hung. Guru Hung terkenal bijak dan menjadi kesayangan Raja. Hanya anak pandai dan cerdas yang diterima menjadi muridnya.

“Ijinkan aku jadi muridmu, Guru,” kata Ming setelah memberi hormat. “Aku ingin mengikuti semua pelajaranmu. Guru Hung menatap Ming sambil tersenyum.

“Kembalilah tahun depan,” katanya sambil menutup pintu sekolahnya. Ming melongo tak percaya. Begitulah, setiap hari Ming datang meminta untuk jadi murid Guru Hung. Lama kelamaan Guru Hung menjadi kesal.

“Baiklah,” kata Guru Hung melihat kegigihan Ming. “Aku akan menerimamu menjadi muridku kalau kau bisa mencari jawaban ‘Api yang Indah.’ Nah, sekarang pulangnya, carilah jawaban pertanyaanku itu.”

Ming pulang dengan gembira. Hari sudah senja. Ming melihat obor yang menerangi halaman rumah. Ah, itu pasti ‘Api yang Indah .’

Hanya satu api obor bisa menerangi seluruh halaman rumah yang luas, pikir Ming senang. Besok akan kubawa api obor itu pada Guru Hung.

Namun keesokan paginya ketika Ming bangun, api di obor itu telah padam. Ming menangis. Ayahnya tertawa.

“Ming, Ming… api obor tidak dibutuhkan di siang hari. Tugasnya digantikan matahari,” kata ayahnya. Ming kecewa. Ternyata obor bukan ‘Api yang Indah.’

Menurut Ming, api di lilin ini indah juga, kok.

Ming ke dapur. Ia melihat api di tungku. Ming memperhatikan warnanya biru, kuning dan merah. Di atas tungku itu, ibu Ming membakar ikan.

Ketika api di tungku ditambahi kayu, api menjadi besar berkobar-kobar. Ini pasti ‘Api yang Indah’ itu, pikir Ming. Bisa untuk membuat makanan dan merebus minuman.

Ming berlari ke Sekolah Guru Hung melaporkan ‘Api yang Indah’ penemuannya. Yaitu, api di tungku! “Itu bukan ‘Api yang Indah’ Ming,” Guru Hung tersenyum. “Pulanglah.”

Ketika malam tiba, ayahnya menyalakan api di perapian agar ruangan menjadi hangat. Ming mendekati api di perapian. Warna dan bentuknya sama seperti api di tungku dan api obor.

Ming mengambil kayu di perapian dan membiarkannya mati, akibatnya ruangan menjadi dingin. Ayahnya menegur Ming.

Ming menambahkan kayu bakar ke perapian. Namun karena kayunya terlalu banyak, ruangan menjadi panas. Ayahnya kembali memarahi Ming.

Dengan muka penuh jelaga, Ming berlari ke Sekolah Guru Hung. “’Api yang Indah’ adalah api di perapian. Karena bisa membuat ruangan menjadi hangat,” kata Ming.

“Ah, kau hanya menemukan kegunaan api, Ming! Itu bukan ‘api yang Indah’” kata Guru Hung. Ming pulang dengan kecewa. Malamnya Ming melihat lilin menyala di dalam kamarnya. Api lilin menyala tenang menerangi seisi kamar.

Buru-buru Ming membawa api lilin itu ke Guru Hung. Tapi di tengah perjalanan, api itu padam. Ming sedih sekali.Inilah ‘Api yang Indah’ pikir Ming melihat bayangannya di dinding. Ia memainkan tangannya membuat bayangan jerapah, kucing, burung dan angsa di dinding.

Akan tetapi, kesedihannya tak lama. Suara ramai orang-orang di pinggir jalan membuatnya tertarik.

“Raja akan lewat!” seru orang-orang yang berkerumun. “Beliau akan ke rumah Guru Hung yang berulang tahun.”
Dar! Der! Dor! Petasan dinyalakan menyambut kedatangan Raja.

Ada petasan besar yang meluncur ke angkasa dan meledak dengan indah. Dar! Ming menganga takjub memandang ke atas.

Seketika dia sadar telah menemukan jawabannya. Dengan tergesa Ming menerobos rombongan Raja yang lewat. Pengawal Raja kalang kabut.

“Tangkap anak itu!” teriak mereka. Tapi Ming lebih gesit. Ditemuinya Guru Hung yang berdiri di depan pintu sekolahnya, bersiap menyambut kedatangan Raja.

“Guru, aku sudah menemukan jawabannya,” kata Ming terengah-engah setelah memberi hormat. Pengawal Raja yang tadi mengejar Ming langsung berhenti.

“Di sana,” Ming menunjuk ke angkasa. Guru Hung mendongak. Sebuah kembang api meledak dengan indah di langit malam.

“Kembang api,” kata Ming dengan puas. Guru Hung terkekeh senang. Sudah lama dia mengagumi kegigihan dan kecerdasan Ming. Namun karena usia Ming yang masih muda, Guru Hung ragu Ming bisa mengikuti pelajarannya yang berat.

“Ya, Nak. Memang kembang api. Tapi jawabanmu tak sepenuhnya benar. Yang benar adalah api semangat, Nak. Itulah api terindah di dunia. Dan kau sudah memilikinya di sini.” Guru Hung menunjuk dada Ming.

“Dengan semangat, kau akan mengalahkan semua rintangan yang kau hadapi.” Guru Hung membuka pintu sekolahnya lebar-lebar dan menyilahkan Ming masuk mendahului Raja.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar